Friday, 24 April 2009

Belajar dari COPA Airlines


COPA Airlines, atau Compañía Panameña de Aviación, adalah jasa penerbangan Panama, Amerika Latin. Pertama kali beroperasi di tahun 1947, COPA hanya melayani penerbangan domestik. Hingga 1991, COPA hanya melayani tiga rute penerbangan. Praktis tidak ada kemajuan yang berarti. Perusahaan seperti didalam kondisi hidup segan mati tak mau.
Jangankan menambah pesawat, melakukan perawatan rutin saja tidak bisa karena cashflow mereka yang ’berantakan.’ Alhasil, COPA Airlines pernah mencatat rekor terburuk mereka yaitu 9 pesawat mereka memiliki performance di bawah standar, yaitu seringnya pesawat tiba terlambat sampai di tujuan atau delay.


Sampai suatu hari, datang seorang CEO baru. Ketika melihat kondisi COPA yang ’berantakan’ seperti itu, sang CEO berujar dalam sebuah rapat ”Luar biasa perusahaan ini. Walaupun dalam kondisi organisasi dan sistem yang ’hancur’ ini, COPA Airlines masih tetap dapat eksis dan hidup.” Salah seorang staff COPA menjawab bahwa masih ada konsumen yang ’terpaksa’ menggunakan COPA Airline sebab mereka tidak mempunyai alternatif lain.
”Wah konsumen yang ’terpaksa’ menggunakan COPA saja masih bisa membuat kita dapat bertahan hidup. Terbayangkan tidak oleh kalian semua bagaimana seandainya konsumen berbalik menjadi cenderung ’memilih’ COPA sebagai transportasi utama pesawat transit bagi mereka? Tentunya COPA dapat menjadi luar biasa bukan?” Itulah reaksi CEO terhadap staf itu.
Sekarang mari kita menganalisis sedikit cerita dari COPA Airlines ini. Mengapa perusahaan mereka tampak suram dan tidak ada kemajuan? Apakah pemimpin di dalam organisasi tidak mempunyai visi dan misi untuk mengadakan perubahan? Tidak, Itu semua sudah pernah dilakukan para CEO pendahulu. Berbagai prioritas digagas untuk mencapai suatu terobosan bagi COPA.
CEO baru tersebut kemudian mengimplementasikan langkah-langkah sistematis yang menggerakkan disiplin seluruh jajaran perusahaan. Langkah pertama adalah memerintahkan stafnya untuk melakukan survei apa yang sebenarnya menjadi prioritas utama para penumpang. Itu sudah tentu termasuk para penumpang yang ’terpaksa’ menggunakan jasa COPA Airlines. Setelah dilakukan penelitian langsung ini maka ditemukan bahwa satu hal yang menjadi prioritas mereka, yaitu dapat tiba tepat waktu di tempat tujuan ”On-Time.”
Prioritas itu digunakan oleh CEO sebagai suatu tujuan yang teramat sangat penting alias widly important goal (WIG). Adapun lain-lainnya seperti peningkatan revenue, penambahan armada, dan peningkatan keamanan-kenyamanan bukan tergolong WIG karena belum masuk status teramat sangat penting sekaligus mendesak.
Mereka mulai mencari jalan bagaimana caranya agar mereka dapat melakukan penerbangan secara tepat waktu. Ini berarti menyangkut seluruh bagian divisi di dalam perusahaan tersebut, mulai dari penyiapan makanan, pengecekan mesin pesawat, penyusunan kargo, proses check-in dan lain sebagainya. Mereka menyadari bahwa ini adalah sesuatu tantangan yang tidak mudah dan diperlukan kerja sama antar departemen. Karena itu mereka menyiapkan alat ukur bagi setiap divisi harus menentukan apa yang dapat mengantarkan pencapaian WIG mereka—atau disebut sebagai lead measure.
Pertemuan mingguan diadakan untuk membahas WIG. Pertemuan dilakukan antara pimpinan dan yang dipimpin, mulai dari tingkat teratas hingga tingkat terendah. Ini dimaksudkan untuk menjaga irama dan disiplin serta supaya tetap fokus terhadap WIG. Dengan pertemuan mingguan inilah dapat diukur kemajuan yang terjadi.
Setelah proses itu berjalan beberapa waktu, COPA Airlines pun dapat mencapai kemajuan berarti. Salah satunya yang paling jelas adalah waktu persiapan pesawat untuk take off dari 58 menit berhasil dipersingkat menjadi 35 menit saja.. Mereka memahami bahwa setiap individu mempunyai andil yang sama untuk terwujudnya WIG mereka. Organisasi mampu mengeksekusi dengan baik apa yang sudah mereka tetapkan sebagai WIG mereka.
Lebih susah membangkitkan usaha yang nyaris ’mati’ ketimbang mendirikan satu perusahaan baru. Hasil apa yang berhasil mereka petik dari sebuah perjuangan yang bisa dikatakan tidak mudah. Saat ini COPA Airlines memiliki 30 pesawat dari semula 3 di tahun 1991. Rute penerbangan menjadi 36 rute dari 8 rute. Baggage claim menjadi 0,76 % pada 2008, menurun drastis dari 3.21 % pada 2000.
Sesuai dengan WIG mereka yaitu menjadi penerbangan yang On-Time, COPA berhasil mewujudkannya dari 51 % melakukan penerbangan tepat waktu tahun 1991 meningkat drastis menjadi 91.5 % pada 2008. COPA Airline boleh berbangga dan mengatakan bahwa mereka adalah“The fastest and most direct way to connect the Americas without delays.” Survei yang dilakukan Sky Trax Passenger menunjukkan bahwa COPA mampu menjadi sebuah perusahaan penerbangan transit terbesar dalam waktu yang singkat.
COPA Airlines tidak mungkin mewujudkan goal mereka menjadi penerbangan connecting terbaik dengan performance on-time jika tidak melakukan hal-hal lain yang ingin diprioritaskan seperti penambahan armada, peningkatan keamanan-kenyamanan, dan perawatan secara berkala. Setiap departemen menjadi tim yang proaktif, tidak lagi saling tunggu, ruang pilot ditutup 1 hingga 2 menit sebelum berangkat, tim ground handling aktif melakukan pengecekan dengan counter check-in, dengan menjemput penumpang yang terlambat melakukan check-in dan mengantar langsung penumpang sampai ke depan gate pesawat sesuai dengan rute yang mereka tuju, sehingga semakin meminimalkan keterlambatan.
Cerita ini adalah sebuah cerita sebuah maskapai kecil di Panama, Amerika Latin yang sukses dalam On-Time performance dengan mempraktekkan teori 4 Discipline of Execution. Semoga cerita ini dapat bermanfaat. Kita perlu membongkar paradigma lama dalam bersaing. Bukanhanya 'perang tarif' yang dapat dilakukan. Banyak hal-hal lain yang bisa dijadikan alat untuk merebut mind-share dan heart-sharepelanggan.

sumber : Warta Ekonom

8 comments: